Jumat, 27 Desember 2013

Sejarah Warung Angkringan atau HIK

    Pada tahun 1970 angkringan hanya berada di stasiun-stasiun kereta api,misal di stasiun Tugu, stasiun Klaten.

    Dahulu cara menjajakannya menggunakan pikulan atau disebut angkringan atau warung HIK(hidangan istimewa kampung).



    Jenis usaha angkringan ini dipopulerkan oleh warga asli kecamatan Bayat,Kabupaten Klaten. Hingga kini telah tumbuh pesat diawali dengan Booming di kota Jogjakarta dan Solo dan telah menyebar ke seluruh pulau jawa yang kini telah berubah menjadi prospek bisnis yang menjanjikan yang telah banyak digeluti oleh pengusaha muda hingga menjadi ribuan tersebar diseluruh kota dipulau jawa,yang pada masa tempo dulu menggunakan pikulan berubah menjadi,gerobak2 kaki lima di seluruh sudut kota.

    

    yang membuat usaha ini menjadi terkenal dan menjanjikan karna,makanan khas jawa tengah ini harganya sangat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.apa lagi di wilayah kampus-kampus yang identik untuk nongkrong para mahasiswa sambil menikmati hidangan khas ankringan,yang sangat terkenal dengan nasi kucingnya.dan cocok pula untuk para karyawan untuk melepas kepenatan seharian setelah bekerja,dan untuk konsumen umun yang ingin berganti suasana makan di rumah, sebagai alternatif dengan susu jahenya.


Sejarah Upacara “Yaqowiyu” Nyebar Apem di jatinom, Klaten

    Di tiap pertengahan bulan Sapar atau Safar penanggalan Hijriyah, Dukuh Jatinom, Kabupaten Klaten akan diserbu berduyun-duyun masyarakt sekitar maupun luar kota untuk menyaksikan upacara Ongkowiyu atau lebih dikenal dengan Yaqowiyu untuk memperebutkan kue apem yang disusun berbentuk gunungan

    
Tak tanggung-tanggung, di puncak acara, apem yang total mencapai 4,5 ton itu diserbu oleh sekitar 50.000 orang yang telah berkumpul. Bisa dibayangkan semeriah apa acara tersebut, orang rela berdesak-desakan dan berlomba meraup apem yang disebarkan oleh panitia.
    Kebanyakan orang datang kesana berharap berkah dari Kyai Ageng Gribig, sang pelopor acara. Bahkan banyak ibu-ibu dan nenek-nenek yang nekat menceburkan diri dalam kerumunan hanya untuk mendapat kue apem dengan harapan agar usahanya lancar dan diberkahi. Tak hanya penduduk lokal, para wisatawan pun  kerap datang menyaksikan kemeriahan acara ini
    Upacara ini berawal dari pengajian yang diadakan oleh Kyai Ageng Gribig yang pada saat mengakhiri acara selalu memanjatkan doa “Ya qowiyu Yaa Assis qowina wal muslimin, Ya qowiyyu warsuqna wal muslimin”, untuk memohon kekuatan terhadap kaum muslim. Untuk menghormati para tamu, maka dibuatlah hidangan kue apem dan makanan kecil lainnya. Dari situlah kemudian upacara ini berkembang pesat dan menjadi besar seperti sekarang ini.


    Penyusunan gunungan apem itu juga ada artinya, apem disusun menurun seperti sate 4-2-4-4-3 maksudnya jumlah rakaat dalam shalat isa/ subuh/ zuhur/ ashar/ dan magrib.
    Konon menurut sejarah suatu hari di bulan sapar ki ageng gribig yang merupakan keturunan prabu brawijaya kembali dari perjalanannya ke tanah suci ia membawa oleh-oleh 3 buah makanan dari sana. Sayangnya saat akan dibagikan kepada penduduk, jumlahnya tak memadai bersama sang istri iapun membuat kue sejenis. Kue-kue inilah yang kemudian disebarkan kepada penduduk setempat/ yang berebutan mendapatkannya sambil menyebarkan kue-kue ini iapun meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya “tuhan berilah kekuatan”
    Makanan ini kemudian dikenal dengan nama apem saduran bahasa arab “affan” yang bermakna ampunan tujuannya agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada sang pencipta. Perayaan yang dipusatkan di kompleks makam Kyai Ageng Gribig ini biasanya dihadiri Bupati beserta pejabat Kabupaten Klaten agar lebih meramaikan suasana dan mendekatkan diri kepada rakyat.

Catatan: saya hanya mencoba berbagi pengetahuan seputar kebudayaan jantinom, saya tidak menyarankan anda mempercayai hal-hal yang berbau mitos tentang upacara tsb.

Jumat, 29 November 2013

Mengenal Kiai Imam Rozi, Pendiri Masjid Jami Ar-rozi, Tempursari


Haul Kiai Imam Rozi (Singo Manjat)
     Kiai Imam Rozi (Singo Manjat) adalah pendiri Pondok Pesantren Singo Manjat Tempursari Klaten. Ia leluhur atau cikal bakal masyarakat Tempursari Klaten, yang keturunannya dan santrinya tersebar ke berbagai daerah.
     Ia yang membawa misi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, mendirikan tempat-tempat ibadah, pondok pesantren dan majlis taklim, baik di Jawa tengah, Jawa Timur, maupun di Jawa Barat.
     Kiai Imam Razi adalah putra Kiai Maryani bin Kiai Wirononggo II bin Kiai Wirononggo I bin Kiai Singo Hadiwijoyo bin Kiai Tosari bin Kiai Ya’kub bin Kiai Ageng Kenongo. Ia lahir pada tahun 1801 M. Sejak kecil ia belajar agama dari ayahnya, Kiai Maryani, kemudian berguru kepada Kiai Rifai, yang sekarang makamnya ada di Gathak Rejo, Drono Klaten. Ia juga berguru kepada Kiai Abdul Jalil Kalioso bersama Kiai Mojo, Penasihat Pangeran Diponegoro.
     Pada usia 24 tahun, Imam Rozi bergabung dengan Pangeran Diponegoro menentang dan memerangi penjajah Belanda, bersama Kiai Mojo dan para pejuang lainnya. Ia diangkat sebagai manggala yudha atau panglima perang dan sebagai penghubung antara Pangeran Diponegoro dan Paku Buwono VI Surakarta.
    Pada saat Imam Rozi bersama Pangeran Diponegoro ditahan penjajah di Semarang, Pangeran Diponegoro menyuruhnya melarikan diri dari tahanan dan menghadap Paku Buwono VI dengan membawa surat dari Pangeran Diponegoro. Isi surat itu antara lain memohon Paku Buwono VI menugasinya berdakwah di Surakarta bagian Barat, mencarikan jodoh untuk mendampingi perjuangannya, dan disediakan tanah perdikan.
     Tahun 1833 M ia telah melaksanakan tugas tersebut dan memilih Desa Tempursari sebagai tempat tinggal setelah mendapatkan bimbingan dan petunjuk ruhaniah dari Nabi Khidzir. Maka pada saat itu berdirilah Masjid Tempursari, yang kemudian berkembang pesat. Barulah pada tahun 1837 M Paku Buwono VI menjadikan tanah Tempursari sebagai tanah perdikan.
     Kiai Imam Rozi menikah empat kali. Istri-istrinya yaitu R.A. Sumirah, saudara sepersusuan Pangeran Diponegoro, Ny. Ahadiyah (Ny. Kedung Qubah, cucu Kiai Syarifuddin Gading Santren), Ny Marfu’ah (Mlangi Yogyakarta), dan Ny. Sudarmi (Karangdowo). Kiai Imam Rozi wafat pada tahun 1872 dalam usia 71 tahun dan dimakamkan di Tempursari. Pengelolaan Pondok Pesantren diteruskan oleh menantunya, Kiai Zaid, kemudian diteruskan menantu Kiai Zaid, yaitu Kiai Muhammad Thohir, dan akhirnya diteruskan K.H. Abdul Muid bin Muhammad Thohir.
makam-kyi-imam-rozi

Kiai Abdul Mu’id (Mursyid Thariqah Syadziliyyah)
     Kiai Abdul Muid adalah dzuriyah keempat Kiai Imam Rozi melaui jalur Ibu Ny. Thohir, putri Kiai Zaid, yang berasal dari Gabudan, Solo.
     Nasab Kiai Abdul Muid secara lengkap yaitu KH. Abdul Muid bin Kiai Muh Thohir bin Kiai Ali Murtadlo bin Kiai Nur Hamdani bin Kiai Zainal Ali bin Kiai Abdus Shomad Cilongok, Purwokerto, Banyumas. (Putra Syarifah Sinah binti Sultan Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah bin)
Syarifah Sinah itu istri dari Sayid Alwy Al-Hadad bin Sayid Abdurrahman.
     Ayahandanya, Kiai Muhammad Thohir, berasal dari Banyumas, yang nyantri di Tempursari pada masa Kiai Zaid, yang akhirnya menjadi menantu dan meneruskan pengelolaan Pesantren Tempursari. Ia kemdian dikaruniai anak semata wayang, yaitu K.H. Abdul Muid.
     Sejak kecil sampai umur 14 tahun Abdul Muid dididik oleh ayahandanya sendiri. Setelah umur 14 tahun, ia diserahkan kepada Kiai Abdurrahman Somolangu, Kebumen, dan tinggal di sana sampai beberapa tahun.
Kemudian ia diserahkan kepada KH. Idris bin Zaid, pendiri Pondok Pesantren Jamsaren, Solo, yang masih pamannya sendiri dari pihak ibu, sampai akhirnya ia diberi ijazah sanat dan dibai’at sebagai mursyid Thariqah Syadziliyah yang ke-34.
     Guru-gurunya yang lain masih banyak, diantaranya adalah Kiai Abdurrahman Thengklik, Panasan, Boyolali. Setelah kembali dari pesantren, ia mulai menyebarkan apa-apa yang diperolehnya dari para gurunya melalui Pesantren Tempursari.
     Kiai Abdul Muid mempunyai beberapa keistimewaan. Al-Kisah, pada suatu hari ada seorang santri yang berbaur dengan santri-santri Tempursari, mereka tidak tahu dan tidak kenal siapa dia. Setelah beberapa lama, santri tersebut menghadap sang kiai dan minta izin pamit pulang.
     Ketika ditanya siapa namanya, ia menjawab dengan nama samaran (Bunyamin). Pada saat itu pula KH. Abdul Muid tahu bahwa sesungguhnya ia adalah Nabi Khidzir. Setelah peristiwa itu, ia sering sekali datang ke pesantren itu, membawa hikmah ilahiyah.
     Kitab yang paling sering dibaca bersama para santrinya, antara lain, di bidang fiqh kitab I’Anah Al-Tholobin. Di bidang tauhid, kitab Ad-Dasuqi. Di bidang tasawuf, kitab Ihya’ Ulumuddin. Di bidang tafsir, kitab Jalalain.
     Diantara para muridnya adalah Kiai Mudatsir (Jaten, Jimus, Polanharjo, Klaten), K.H. Ahmad Shodiq bin Raji Musthofa (Pasiraja, Purwokerto), KH. Ali Syuhudi (Nalan, Candirejo, Ngawen, Klaten), Kiai Ahmad Hilal (Tojayan, Kebonarum, Klaten), KH. Nawawi (Badean, Rogojampi, Banyuwangi), KH. Muh Ma’ruf Mangunwiyoto (Jenengan, Solo, murid sekaligus anak), KH. Masyhudi (Prambon, Madiun), KH. Shofawi (pendiri Masjid Tegalsari, Solo dan pendukung berdirinya Pondok Pesantren Al-Muayyad, Solo), Kiai Abu Su’ud (Jaten, Jumus, Polanharjo, Klaten), KH. Muhammad Idris (Kacangan, Boyolali).
     Jumat Pahing, 8 Shafar 1360 H/7 Maret 1941, KH. Abdul Mu’id wafat pada usia ke-63. Menjelang wafatnya, dibacakan surat Yasin. Ketika sampai pada ayat yang berbunyi “Qiladkhulil Jannah” (Dikatakan, masuklah ke dalam surga), ia menjawab, “Insya Allah”, dan kemudian ia menghembuskan nafas terakhir. Jenazahnya dikebumikan di Komplek Makam Tempursari.
     Ia menikah empat kali. Istri pertama, Ny. Rodiah, melahirkan KH. Ma’ruf Mangunwiyoto, Jenengan, Solo. Lalu, Ny. Robikhah, Istri KH. Jufri, Petak, Susukan, Salatiga. Berikutnya Ny. Rohilah, istri Kiai Nursalim, Semowo, Salatiga. Istri kedua, Ny Latifah, melahirkan Ny. Munfarijah, istri Kiai Abu Su’ud, Jaten, Polanharjo, Klaten.
     Istri ketiga, Ny. Thohiroh, melahirkan Ny. Umi Sarah, istri Kiai Marzuki, Karangmojo, Ceper, Klaten (Keistimweannya, bisa membedakan makanan halal dan yang haram. Kalau haram bentuknya makanannya menjadi ulat). Lalu, Kiai Muh Sahli, Tempursari, Klaten. Kemudian, Ny. Hj. Shofiyah istri KH. Umar Abdul Manan, Mangkuyudan, Solo. Selanjutnya, berturut-turut Kiai Abdul Hayyi, Mlangi, Demak Ijo, Sleman. Kiai  Muhyidin menantu KH Muhammad Sami’un (Mursyid Thariqah Syadziliyah), Parakan Onje, Karangsalam, Purwokerto. Kiai Badrudin, Tempursari Klaten, dan KH. Imam Muftaroh, Pencol, Randusana, Geneng, Ngawi. Sedang istri keempat, Nyai Drono tidak dikarunia seorang anakpun

Desa Tempursari, Ngawen, Klaten


Tempursari adalah desa (dukuh) yang mempunyai keunikan tersendiri di Jawa, desa yang terletak cukup dekat dengan pusat pemerintahan dan terletak di Kabupaten Klaten. Untuk mencapai desa ini melalui jalan darat dan berjarak sekitar tiga km dari pusat kota Klaten. Desa ini sangatlah bernuansa religi karena dapat bertahan dari arus perubahan jaman yang sangat cepat dari budaya barat.
     Di desa tempursari juga memiliki masjid yang cukup besar dengan luas ±1500m². Masjid tersebut bernama masjid JAMI’ AR-ROZI. Konon masjid ini di dirikan oleh Kyai imam rozi, adalah seorang pengikut pangeran diponegoro pada tahun 1830 M. Kyai imam Rozi di makamkan di sebelah  barat masji JAMI’ AR-ROZI. masjid JAMI’ AR-ROZI didirikan sekitar tahun 1840. Prasasti yang tertulis di mimbar tertulis tahun 1248 H. Pada tahun 1995 pengurus ta’mir masjid mengadakan rapat untuk merehap masjid dan baru terlaksana pada tahun 2002 sampai tahun 2004 dengan biaya sekitar Rp. 600.000.000,- dan masih ada pengembangan pembangunan sampai sekarang.
 
     Belum lama ini masjid JAMI’ AR-ROZI mendapat juara pertama lomba usaha kesehatan masjid se-Klaten dalam rangka hari awal bakti departemen Agama ke-47. Walaupun semua sangat sibuk dengan rutinitasnya masing-masing, tetapi masyarakat dukuh Tempursari selalu meluangkan watu untuk sholat berjamaah di masjid Jami. ini dikarenakan Masyarakat Tempursari sangat mengerti akan kenikmatan sholat di masjid, dan kepedulian ini sudah melekat turun temurun dari setiap individu.
Gambar Piala Kesehatan Masjid
     Desa Tempursari (dukuh tempursari) mempunyai luas area sekitar 13 hektar, ketika desa-desa  lain di Klaten mulai terpengaruh akan suatu hal yang menyimpang dari ajaran agama, yang sangat mendominasi dengan kehadiran minuman keras. Desa Tempursari tetap saja berdiri kokoh tidak peduli dengan perubahan jaman dengan tetap berpegang teguh dengan ajaran islam. Dan tidak hanya itu desa tempursari juga mempunyai budaya-budaya yang berkaitan dengan Agama seperti pengajian bergilir, pengajian anak-anak, musyawarah desa, bersih-bersih masjid, dsb.
Berikut ini macam-macam budaya yang ada di Tempursari:
1.       Rapat, yang meliputi:
·         Rapat pengurus harian, sekali sebulan
·         Rapat pengurus lengkap, 3 bulan sekali atau jika di pandang perlu setiap saat dapat mengadakan rapat
·         Rapat pleno yang melibatkan semua jamaah diadakan minimal setahun sekali. Semua kegiatan di syahkan oleh rapat pleno.
2.       Sholat Rowatib dan sholat jum’at, agar ada kepastian siapa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pelaksanaan sholat rowatib dan sholat jum’at, di buatlah jadwal imam.
3.       Kegiatan Romadhon, yang meliputi:
·         Buka bersama, setiap hari.
·         Shalat tarawih, setiap hari.
·         Shalat tarawih anak-anak, setiap hari.
·         Kultum, setiap hari.
·         Kultum anak-anak, setiap hari.
·         Tadarus, setiap hari.
·         Pengajian Remaja, setiap hari.
·         Kuliah ba’da subuh, Jum’at.
·         Pengumpulan zakat fitrah, 1 hari sebelum hari raya.
·         Takbiran, 1 hari sebelum hari raya sesudah sholat isya
Jama’ah masjid JAMI’ bervariasi dalam hal usia, tingkat pendidikan, sosial ekonomi maupun faham agama. Namun demikian tidak menimbulkan perpecahan. Segala sesuatu diselesaikan secara musyawarah. Namun akhir-akhir ini Tradisi takbir keliling sedikit demi sedikit sudah mulai dihilangkan karena tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad S.A.W
4.       Sholat hari raya, shalat hari raya fitrah (fitri) maupun kurban (adha) di laksanakan di halaman SD ll Tempursari dan di masjid JAMI’ Ar Rozi. Sedangkan penyembelihan hewan kurban di laksanakan di halaman rumah Alm. Bp. Drs. H. DQ. Muhtar.
5.       Ibadah sosial.
Pelaksanaan zakat Fitrah dan Qurban di tangani oleh panitia yang di bentuk secara insidentil. Kepanitiaan ini di tangani oleh para remaja yang tergabung dalam IRMAS (Ikatan Remaja Masjid Tempursari). Untuk meringankan biaya Qurban, maka diadakan tabungan Qurban. Uang tabungan di masukkan ke BMT Mentari Tempursari. Pada waktu akan Qurban baru di ambil.
6.       Pendidikan Formal.
Sarana sekolah yang ada di tempursari meliputi : Taman Kanak-kanak, Madrasah ibtidaiyah, Madrasah Diniyah dan SMP Al-Islam. Selain itu di malam hari ada pengajian anak-anak dengan sistem Pondok yang di asuh oleh Bp. Syamsudin, Bp tohir wijaya, dan ibu Nur Hidayah
7.       Pendidikan non formal.
Agama islam mengajarkan umatnya agar belajar selama hayat di kandung badan (long live induction). Atau seperti sabda Nabi Muhammad: “Carilah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”.
Dengan semangat thalabul ilmi itulah berkembang pengajian /majelis ta’lim sesuai dengan profesi dan kelompok usia, yang meliputi:
A.      Pengajian rutin:
·         Pengajian Ba’da Magrib, setiap hari
B.      Pengajian mingguan:
·         Ibu, setiap sabtu
·         Ibu, setiap senin
·         Pengajian bapak, setiap rabu
·         Teratai suci, setiap sabtu
·         -Kajian remaja, setiap ahad
·         Anak-anak, setiap sabtu ba’da magrib
C.      Dwi mingguan:
·         IRMAS (Ikatan Remaja Masjid Tempursari), setiap sabtu
·         BMT (Baitul Maal wa Tamwil), setiap selasa ba,da isya
D.      Pengajian setiap bulan:
·         KUB Harapan, hari sabtu
E.       Kegiatan umum:
·         Pengajian ahad wage, ahad 11 april 2010
8.       Remaja dan Olah Raga.
Pernah di rintis olah raga tenis meja, bulu tangkis, volley ball, sebenarnya punya sejarah cerah, sebab untuk tenis meja dan volley ball ini kerap kali menjuarai dalam turnamen/lomba. Tiadanya kesinambungan ini karena pemuda-pemudanya banyak meninggalkan kampung halaman setelah tamat belajar/kuliah. Namun demikian setiap peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan selalu di selenggarakan perlombaan-perlombaan olah raga dan seni. Begitu pula dengan peringatan hari besar islam. Perlombaan-perlombaan ini bukan semata-mata mengejar prestasi tetapi lebih bersifat hiburan. Namun akhir-akhir ini semangat untuk Olah raga bola voli mulai kembali.

Jasa Pembuatan WPAP (Wedha Pop Art Potrait)




      Apasih WPAP itu? Pasti sebagian dari kalian tidak tau dan bertanya tanya apa itu WPAP. WPAP adalah kepanjangan dari Wedha’s Pop Art Potrait, seni pop art asli indonesia yang di prakarsai oleh Wedha abdul rasyid. Wedha membuat gaya WPAP ini pada tahun 1990.
     Berawal dikarenakan usia yang beranjak 40 tahun, penglihatan beliau menurun sehingga tidak bisa menggambar wajah dalam bentuk yang realistis dan detail. Akhirnya, Beliau menyoba ilustrasi bergaya kubisme untuk gambarnya. Gaya ini kemudian tumbuh dan semakin berkembang populer sebagai bagian dari gaya Pop Art, bahkan sampai sekarang.
     Seiring berkembagnya teknologi, membuat WPAP tidak lagi mengunakan media canvas atau kertas yang manual, tetapi sudah menggunakan software grafis komputer seperti COREL DRAW,ADOBE PHOTOSHOP,ADOBE ILUSTRATOR, dll. disamping lebih praktis dan murah, cara ini lebih ungul ,dikarenakan hasil karya dapat di cetak sebanyak mungkin dan dapat di aplikasikan dalam media apapun seperti baju,barner,stiker,gelas dll.
     WPAP pun sekarang menjadi salah satu trend di kalangan anak muda penyuka seni grafis vektor. Disamping WPAP adalah seni pop art yang berasal dan asli dari indonesia,WPAP sendiri memiliki keunikan dalam segi permainan warna dan cara pembuatanya sendiri. kita di tuntut untuk sabar dalam menentukan bentuk-bentuk bagian yang akan di buat dan selektif dalam pemilihan warna agar nantinya WPAP yang kita buat menjadi indah tentunya.
     Ciri khas WPAP terletak pada gambar yang menggunakan warna-warna solid yang saling bertabrakan dan tanpa garis lengkung. karya seni ini berfokus pada ilustrasi wajah,tapi apakah tidak boleh kalau membuat ilustrasi di luar wajah?. Jawabanya tentu saja boleh,itu semua tergantung dari si pembuat WPAP itu sendiri. Banyak para pembuat WPAP yang membuat diluar ilustrasi wajah seperti ilustrasi bangunan,tempat wisata,makanan dll.
     Semakin kesini,lambat laun WPAP sendiri dijadikan sebagai media untuk mencari uang,seperti dengan menawarkan jasa pembuatan WPAP. hanya dengan mengirimkan foto diri yang kita inginkan kepada si pembuat dan tinggal menunggu waktu yang telah disepakati,WPAP anda pun jadi,tentunya menggunakan tarif yang telah disepakati dengan si pembuat jasa WPAP. ada juga yang mengaplikasikan WPAP ke dalam media baju,stiker,dan banyak lagi,kemudian menjualnya.
   
      Walaupun dengan tekhnik dan tujuan yang sama, namun setiap orang mempunyai ciri khas yang berbeda-beda pada karyanya. Berikut beberapa WPAP karya saya:


  
Di blog ini saya menawarkan jasa pembuatan WPAP dengan ketentuan:
  1. Format gambar bisa JPEG atau PNG. diusahakan kualitas gambar tinggi atau tidak pecah saat diperbesar. semakin tinggi resolusi gambar semakin detail juga pengerjaannya. Foto dengan HP oke-oke saja
  2. untuk foto bisa dikirim via e-mail m_handum@yahoo.co.id
  3. Lama pengerjaan paling cepat 2 hari kerja tergantung antrian order
  4. Hasil pengerjaan berupa file corelDWAR
  5. Tarif untuk 1 gambar mulai dari 50.000 tergantung tingkat kerumitan dan permintaan
  6. Sebelum pengerjaan diusahakan untuk DP minimal 50% atau sukur-sukur Lunas sekalian.
  7. untuk  pembayaran atau pengiriman COD, lokasi kami di Klaten Utara sekitar GOR dan Jogja sekitar UNY
  8. Info pemesanan hubungi: 085643900144